LAPORAN
SEJARAH
Disusun
oleh:
Nama: Pratiwi Listyananda Kuswardani
Kelas: X 1
No Absen: 24
Memahami manusia purba
Di Sangiran dan Trinil
Daftar Isi
DAFTAR ISI............................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................
3
A. Latar Belakang.................................................................
3
B. Rumusan
Masalah ........................................................ 3
C. Tujuan ............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................... 4
A. Definisi dan diskrpsi ..................................................... 4
B. Riwayat manusia purba Trinil.................................... 4
C. Situs purbakala Trinil( Museum )............................. 7
BAB III PENUTUP................................................................... 9
A. Kesimpulan........................................................................ 9
B. Saran.................................................................................. 9
C. Lampiran...........................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 11
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul“Jenis-Jenis Manusia Purba di Trinil dan Sangiran” makalah ini
berisikan tentang jenis-jenis manusia purba yang telah ditemukan di Sangiran
dan Trinil dengan disertai penemu dari manusia tersebut.
Dalam penulisan makalah ini , penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan . untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan mendidik untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Walaupun
demikian penulis tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang
membacanya , Terima Kasih.
Kulon
Progo, 03 Juni 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia yang hidup pada zaman
Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di
Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan - penemuan
fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia
merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala
itu. Penemuan - penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah
sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang
pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia
banyak menyumbang fosil manusia - manusia purba. Dilihat dari hasil penemuan di
Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan
manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus
berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan. Hal ini diketahui dari
kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Itu sebabnya makalah
ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai pengertian
manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya
pada masa itu.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
Bagaimana kehidupan manusia purba pada zaman
dahulu?
Bagaimana kehidupan manusia Pithecanthropus
Erectus pada zaman
dahulu?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut :
Untuk mengetahui kehidupan manusia purba pada zaman
dahulu
Untuk mengetahui kehidupan manusia Pithecanthropus Erectus pada zaman dahulu
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah)
disebut manusia purba. Tanah air kita sudah dihuni manusia
sejak jutaan tahun yang lalu. Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di
Indonesia yaitu sejak jutaan tahun yang lalu terutama di Pulau Jawa.Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman
prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya
manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Fosil adalah sisa-sisa organisme
(manusia, hewan, dan tumbuhan) yang telah membatu yang tertimbun di dalam tanah
dalam waktu yang sangat lama. Sedangkan
artefak adalah peninggalan
masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang terbuat dari batu, tulang,
kayu dan logam. Cara hidup mereka masih sangat sederhana dan masih
sangat bergantung pada alam.
Riwayat Manusia Purba Trinil Ngawi
Jawa Timur
Asal-usul manusia memang sudah lama dipertanyakan, mungkin sejak manusia
itu sendiri ada. Namun, bagi arkeologi, pertanyaan tentang asal usul manusia
sebenarnya baru menjadi fokus kajian setelah Charles Darwin menerbitkan
bukunya The Descent of Man (1871), menyusul terbitan
bukunya yang terkenal The Origin of Species (1858). Di
bukunya itulah Darwin menyebut adanya “the missing link”, mata rantai
yang hilang dari proses evolusi primata menuju manusia sejati. Sejak itu, para
ahli paleoantropologi dan arkeologi seakan berlomba untuk mendapatkan
bukti-bukti “the missing link”.
Dorongan itu
pula yang membawa Eugene Dubois untuk meninggalkan kehidupan yang mapan di
Belanda untuk berburu fosil di Indonesia. Tahun 1891, Dubois mengaku telah
menemukan fosil “the missing link” dalam penggalian di tepian Bengawan
Solo, di desa kecil Trinil, tidak jauh dari Ngawi, Jawa Timur (Shipman, 2001).
Museum Trinil
atau Kepurbakalaan Trinil terletak di dukuh Pilang, desa Kawu, Kecamatan
Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota Ngawi ke arah Barat
daya, pada KM 10 jalan Raya Ngawi -Solo ada pertigaan belok ke arah Utara. Dan
Sepanjang 3 km perjalanan baru sampailah pada Museum Trinil. Dan Letaknya
sendiri di Pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan
yang ada di tanah air memang cenderung dipinggiran sungai. Seperti halnya situs
Sangiran atau situs sambung macan Sragen juga dibantaran sungai Bengawan solo.
Disebelah Barat
daya di halaman Museum terdapat bangunan berupa Monumen yang didirikan oleh
Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs ini. Di monumen itu dituliskan
angka tahun pertama kali penemuan fosil manusia purba yang diberi Nama Pithecanthropus
Erectus. Disamping manusia purba didalam museum sendiri juga banyak
ditemukan berbagai macam fosil binatang purba, yang paling terkenal adalang
ditemukan gading Gajah Purba yang sangat besar sekali jika dibandingkan dengan
ukuran gading gajah biasa.
Dan manusia
purba ini diperkirakan berada pada jaman pleistosin tengah atau 1 juta tahun
yang lalu. Dari berbagai temuan adalah: Golongan primate
1. Pithecanthropus
Erectus Dubois
2. Pithecanthropus
Soloensis
3. Pongo
Pygmaeus Hoppins
4. Symphalangus
Syndoctylus Raffles
5. Hyaobates
Ofmeloch Andebert
6. Nacaca
Fascicalois
Dan masih banyak golongan flora
ataupun fauna yang lainnya.
Museum Trinil merupakan warisan kepurbakalaan dunia yang semestinya harus
dirawat dan dijaga demi perkembangan pengetahuan.
Demikian pula
Bengawan-dalam bahasa Jawa berarti sungai besar-Solo yang membentuk aliran air
hingga sejauh 600 kilometer. Di sekitar aliran sungai ini, yakni di Desa
Trinil, sekitar 11 kilometer dari Kota Ngawi, Jawa Timur (Jatim), seorang
berkebangsaan Belanda, Eugene Dubois, menemukan fosil tulang "manusia
monyet" (Pithecanthropus erectus) pada tahun 1891. Penemuan itu menjadi
bukti betapa sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut menjadi tumpuan hidup
nenek moyang ras manusia sejak ratusan ribu tahun silam.
Namun, apakah
temuan itu telah menjawab tentang asal-usul manusia sejati? Apakah misteri “the
missing link” telah terpecahkan? Ternyata tidak!!! Malahan, fosil-fosil
yang ditemukan Dubois seakan menjadi pemicu debat baru di antara para ahli yang
akhirnya menyadarkan mereka untuk tidak sekedar mencari dan menemukan “the
missing link”, tetapi juga memikirkan kembali apa yang dimaksud dengan “the
missing link”. Perdebatan dan fokus kajian pun lalu bergeser. Kalau semula
perdebatan hanya berkutat di sekitar : apakah fosil dari Trinil adalah
benar-benar “the missing link”, pada tahap berikutnya para ahli mulai
bertanya-tanya : apa atau siapakah “the missing link” itu ? Apakah ia
adalah satu jenis makhluk yang menjadi perantara dalam proses evolusi dari kera
menuju manusia, sehingga E. Haeckel menyebutnya Pithecanthropus (pithecos =
kera, dananthropos = manusia) ? Atau, “the missing link”
adalah sosok-sosok makhluk yang proses evolusinya ada di antara kera dan
manusia ? Rupanya, hasil penelitian arkeologi dan paleoantropologi cenderung
mendukung adanya beberapa makhluk perantara dalam proses evolusi dari makhluk
mirip kera (pithecoid) menjadi manusia. Namun, ketika sejumlah fosil “the
missing links” (jamak) sudah ditemukan, toh perdebatan tidak berhenti
sampai di situ.
Asal-usul
manusia sejati (Homo sapiens) belum juga terpecahkan. Masalahnya, para
ahli tetap saja berdebat “makhluk fosil” mana yang punah dan mana yang terus
menjadi manusia. Karena itu, terdapat sejumlah pohon kekerabatan manusia yang
berbeda-beda (lihat skema di bawah) dan teori asal-usul Homo
sapiens pun beragam. Dua di antara teori asal-usul Homo sapiens yang
kini masih marak diperdebatkan adalah Teori Kesinambungan Setempat (Multi
Regional Continuity) dan Teori Penggusuran (Replacement Theory).
Teori yang disebut pertama beranggapan homo sapiens muncul di berbagai tempat
di dunia dari hasil evolusi homo erectus di kawasan
masing-masing, sedangkan teori yang kedua meyakini homo sapiens muncul hanya di
Afrika dan kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia untuk menggusur homo
erectus yang kemudian punah (Gamble, 1993).
Oleh karena itu,
dicarilah bentuk kegiatan lain yang bisa mengingatkan warga Solo akan peranan
Bengawan Solo sebagai induk peradaban. Upaya ini bukan sekadar menghadirkan
romantisme. Lebih jauh lagi, upaya itu adalah perjuangan untuk menyadarkan
masyarakat modern agar menghargai sungai, menghargai induk peradaban besar ras
mereka.
Sejarah geologi
wilayah Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr. Tony Djubiantono, terbentuk
pada kala Miosen atau Pleistosen Tengah (jutaan tahun yll), dimana saat itu
terjadi perubahan yang spektakuler ketika dasar laut di daerah tsb terangkat ke
atas. Pada proses terangkatnya dasar laut yang semula berupa teluk besar,
berlangsung pembentukan koloni berupa bukit-bukit yang kemudian menjadi bagian
dari Pegunungan Seribu. Bukit-bukit di daerah tsb hingga saat ini secara jelas
memperlihatkan format batuan koral serupa dengan batuan di dasar lautan. Bahkan
di sejumlah tempat dengan mudah ditemukan fosil-fosil binatang laut (yang
menunjukkan bahwa daerah tsb dahulunya merupakan dasar lautan). Konon Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa.
Panjangnya mencapai sekitar 600 km.
Ratusan tahun silam di Tanah Jawa, tepatnya di sepanjang aliran Sungai
Bengawan Solo, sebuah sejarah besar tentang manusia purba terkuak.
Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan
Belanda ditemukan beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha,
tengkorak manusia purba dan binatang.
Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan.
Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan
Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini
berasal dari evolusi kera.
Berdasar teori Human Origin, Dubois meninggalkan
negeri kincir angin menuju Indonesia pada tahun 1887. Selain itu ada dua alasan
yang dijadikan acuannya kali ini. Pertama, berdasarkan buku The Descent of Man,
menceritakan bahwa nenek moyang manusia seharusnya hidup di daerah tropis.
Karena manusia purba sudah kehilangan bulu selama perkembangannya.
Alasan kedua, di Hindia-Belanda (Indonesia)
banyak gua-gua, jadi tak mustahil akan ditemui fosil-fosil atau bekas kehidupan
manusia purba.
Beberapa teori dan alasan itulah Eugene Dubois,
bertekad untuk membuktikan penelitiannya dengan menggali di beberapa daerah.
Khususnya yang ada di Pulau Jawa di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Namun, sebelumnya Dubois meneliti di Payah Kumbuh, Sumatera, tahun 1887.
Pada tahun 1891 Eugène Dubois, yang adalah
seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa yaitu
spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba
Pithecanthropus erectus serta fosil hewan dan tumbuhan purba lain.
Menurut penjelasan Indro Waluyo, Ketua
penanggung jawab Museum Trinil, Ngawi, penggalian Dubois saat itu di sepanjang
muara sungai, tepatnya di Desa Kawu, Desa Ngancar, dan Desa Gemarang. “Tiga
tempat itulah yang menjadi penggalian manusia purba,” kata pria berusia 52
tahun ini.
Di samping itu, papar Indro lagi, keberadaan
ketiga desa itu yang berada di pinggiran aliran sungai. Sehingga disebut dengan
istilah Trinil. Yang konon, artinya tiga desa di muara Sungai Bengawan Solo.
Situs Purbakala Trinil
Untuk mempelajari fosil-fosil manusia purba, dari semua penelitian dan
penggalian yang dilakukan Dubois. Maka, dibuatlah replika fosil manusia purba
yang kini disimpan di dalam sebuah museum. Sedangkan fosil yang asli dibawa dan
disimpan di Belanda.
Indro Waluyo menjelaskan kembali, jika semua
fosil yang ada di dalam museum adalah replika belaka. Yang mana terbuat dari
bahan fiberglass (atom) dengan patokan ukuran dan bentuknya menyerupai asli.
Hingga kini museum itu dikenal dengan Museum
Trinil, berlokasi di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten
Ngawi, Propinsi Jawa Timur. Atau kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat
kota Ngawi.
Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan
semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk
utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum.
Museum yang berdiri di atas lahan seluas 3
hektar itu, diresmikan Gubernur Jatim Soelarso, pada 20 Nopember 1991. Kini di
bawah kelolah Balai Pelestarian Purbakala (BP-3) Trowulan, Mojokerto. Dan situs
ini dibangun atas prakarsa dari Teuku Jacob, seorang ahli antropologi dari
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan
salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang
lebih 1 juta tahun yang lalu. Situs ini sangat penting sebab di sini selain
ditemukan data manusia purba, juga tersimpan bukti konkrit tentang
lingkungannya, baik flora maupun faunanya.
Masuk ke dalam museum terdapat ruangan yang
dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Antara lain fosil tengkorak
manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium, Karang Tengah Ngawi), fosil
tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil
tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi
geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil
tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil
tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng
(Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon
Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak
Australopithecus Afrinacus, Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo
Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium.
Selain fosil-fosil tengkorak yang telah
disebutkan, hal menarik lainnya adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia
purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar
bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan yang ada di sana.
Di tugu putih yang ada di pojok museum itu
bertuliskan P.E. 175M.ONO 1891/93. Tulisan itu menjelaskan titik pengamatan
dari arah penggalian Pithecantropus Erectus di Sungai Bengawan Solo, dengan
jarak 175 meter arah timur laut pada tahun 1891/93.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa materi diatas dapat disimpulkan bahwan keberadaan manusia
purba di indonesia memang ada itu terbukti dari adanya situs purbakala di
beberapa daerah di indonesia salah satunya adalah situs Purbakala trinil.
Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa situs purbakala semacam ini menyimpan
koleksi tentang fosil - fosil dimana ini bisa menjadi acuan para peneliti untuk
mempelajari struktur tubuh manusia purba dan sebagai sarana pengamatan tentang
teori evolusi.
SARAN
Dalam kesempatan ini, kami sangat mengharapkan saran kritik atas
kekurangan maupun kesalahan baik dari segi bahasa maupun bahasanya maupun
pembahasanya. Maka dari itu penulis mengrapkan sekali kritik dan saran dari
teman-teman, para pembaca maupun Bapak/Ibu guru dalam penulisan makalah ini,
agar kami dapat membuat makalah yang lebi baik lagi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman, Bapak/ Ibu guru dan semua
sumber yang telah memberi informasi untuk membatu pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA