Rabu, 03 Juni 2015

LAPORAN SEJARAH


 Disusun oleh:
Nama: Pratiwi Listyananda Kuswardani
Kelas: X 1
No Absen: 24

                           Memahami manusia purba
Di Sangiran dan Trinil


Daftar Isi

DAFTAR ISI............................................................................. 1

KATA PENGANTAR ...............................................................  2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 3
                   A.    Latar Belakang................................................................. 3
                   B.     Rumusan Masalah ........................................................  3
                   C.     Tujuan  .............................................................................  3

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................  4
                   A.    Definisi dan diskrpsi .....................................................  4
                   B.    Riwayat manusia purba Trinil.................................... 4
                   C.    Situs purbakala Trinil( Museum )............................. 7

BAB III PENUTUP................................................................... 9
                             A.    Kesimpulan........................................................................ 9
                             B.     Saran.................................................................................. 9
                             C.    Lampiran........................................................................... 9
             
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 11




KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“Jenis-Jenis Manusia Purba di Trinil dan Sangiran” makalah ini berisikan tentang jenis-jenis manusia purba yang telah ditemukan di Sangiran dan Trinil dengan disertai penemu dari manusia tersebut.
            Dalam penulisan makalah ini , penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan . untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan mendidik untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Walaupun demikian penulis tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya , Terima Kasih.




Kulon Progo, 03 Juni 2015
                                                                                                                       Penyusun
                       



BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
                  Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan - penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala itu. Penemuan - penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia banyak menyumbang fosil manusia - manusia purba. Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai pengertian manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya pada masa itu.

1.2       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
 Bagaimana kehidupan manusia purba pada zaman dahulu?
 Bagaimana kehidupan manusia Pithecanthropus Erectus pada zaman dahulu?
1.3      Tujuan                                                                                                           
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut :
Untuk mengetahui kehidupan manusia purba pada zaman dahulu
Untuk mengetahui kehidupan manusia Pithecanthropus Erectus pada zaman dahulu







BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba.  Tanah air kita sudah dihuni manusia sejak jutaan tahun yang lalu. Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di Indonesia yaitu sejak jutaan tahun yang lalu terutama di Pulau Jawa.Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Fosil adalah sisa-sisa organisme (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang telah membatu yang tertimbun di dalam tanah dalam waktu yang sangat lama.  Sedangkan artefak adalah peninggalan masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang terbuat dari batu, tulang, kayu dan logam. Cara hidup mereka masih sangat sederhana dan masih sangat bergantung pada alam.

Riwayat Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur
Asal-usul manusia memang sudah lama dipertanyakan, mungkin sejak manusia itu sendiri ada. Namun, bagi arkeologi, pertanyaan tentang asal usul manusia sebenarnya baru menjadi fokus kajian setelah Charles Darwin menerbitkan bukunya The Descent of Man (1871), menyusul terbitan bukunya yang terkenal The Origin of Species (1858). Di bukunya itulah Darwin menyebut adanya “the missing link”, mata rantai yang hilang dari proses evolusi primata menuju manusia sejati. Sejak itu, para ahli paleoantropologi dan arkeologi seakan berlomba untuk mendapatkan bukti-bukti “the missing link”.
Dorongan itu pula yang membawa Eugene Dubois untuk meninggalkan kehidupan yang mapan di Belanda untuk berburu fosil di Indonesia. Tahun 1891, Dubois mengaku telah menemukan fosil “the missing link” dalam penggalian di tepian Bengawan Solo, di desa kecil Trinil, tidak jauh dari Ngawi, Jawa Timur (Shipman, 2001).
Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di dukuh Pilang, desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota Ngawi ke arah Barat daya, pada KM 10 jalan Raya Ngawi -Solo ada pertigaan belok ke arah Utara. Dan Sepanjang 3 km perjalanan baru sampailah pada Museum Trinil. Dan Letaknya sendiri di Pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan yang ada di tanah air memang cenderung dipinggiran sungai. Seperti halnya situs Sangiran atau situs sambung macan Sragen juga dibantaran sungai Bengawan solo.
Disebelah Barat daya di halaman Museum terdapat bangunan berupa Monumen yang didirikan oleh Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs ini. Di monumen itu dituliskan angka tahun pertama kali penemuan fosil manusia purba yang diberi Nama Pithecanthropus Erectus. Disamping manusia purba didalam museum sendiri juga banyak ditemukan berbagai macam fosil binatang purba, yang paling terkenal adalang ditemukan gading Gajah Purba yang sangat besar sekali jika dibandingkan dengan ukuran gading gajah biasa.
Dan manusia purba ini diperkirakan berada pada jaman pleistosin tengah atau 1 juta tahun yang lalu. Dari berbagai temuan adalah: Golongan primate
1.      Pithecanthropus Erectus Dubois
2.      Pithecanthropus Soloensis
3.      Pongo Pygmaeus Hoppins
4.      Symphalangus Syndoctylus Raffles
5.      Hyaobates Ofmeloch Andebert
6.      Nacaca Fascicalois
Dan masih banyak golongan flora ataupun fauna yang lainnya.
Museum Trinil merupakan warisan kepurbakalaan dunia yang semestinya harus dirawat dan dijaga demi perkembangan pengetahuan.
Demikian pula Bengawan-dalam bahasa Jawa berarti sungai besar-Solo yang membentuk aliran air hingga sejauh 600 kilometer. Di sekitar aliran sungai ini, yakni di Desa Trinil, sekitar 11 kilometer dari Kota Ngawi, Jawa Timur (Jatim), seorang berkebangsaan Belanda, Eugene Dubois, menemukan fosil tulang "manusia monyet" (Pithecanthropus erectus) pada tahun 1891. Penemuan itu menjadi bukti betapa sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut menjadi tumpuan hidup nenek moyang ras manusia sejak ratusan ribu tahun silam.
Namun, apakah temuan itu telah menjawab tentang asal-usul manusia sejati? Apakah misteri “the missing link” telah terpecahkan? Ternyata tidak!!! Malahan, fosil-fosil yang ditemukan Dubois seakan menjadi pemicu debat baru di antara para ahli yang akhirnya menyadarkan mereka untuk tidak sekedar mencari dan menemukan “the missing link”, tetapi juga memikirkan kembali apa yang dimaksud dengan “the missing link”. Perdebatan dan fokus kajian pun lalu bergeser. Kalau semula perdebatan hanya berkutat di sekitar : apakah fosil dari Trinil adalah benar-benar “the missing link”, pada tahap berikutnya para ahli mulai bertanya-tanya : apa atau siapakah “the missing link” itu ? Apakah ia adalah satu jenis makhluk yang menjadi perantara dalam proses evolusi dari kera menuju manusia, sehingga E. Haeckel menyebutnya Pithecanthropus (pithecos = kera, dananthropos = manusia) ? Atau, “the missing link” adalah sosok-sosok makhluk yang proses evolusinya ada di antara kera dan manusia ? Rupanya, hasil penelitian arkeologi dan paleoantropologi cenderung mendukung adanya beberapa makhluk perantara dalam proses evolusi dari makhluk mirip kera (pithecoid) menjadi manusia. Namun, ketika sejumlah fosil “the missing links” (jamak) sudah ditemukan, toh perdebatan tidak berhenti sampai di situ.
Asal-usul manusia sejati (Homo sapiens) belum juga terpecahkan. Masalahnya, para ahli tetap saja berdebat “makhluk fosil” mana yang punah dan mana yang terus menjadi manusia. Karena itu, terdapat sejumlah pohon kekerabatan manusia yang berbeda-beda (lihat skema di bawah) dan teori asal-usul Homo sapiens pun beragam. Dua di antara teori asal-usul Homo sapiens yang kini masih marak diperdebatkan adalah Teori Kesinambungan Setempat (Multi Regional Continuity) dan Teori Penggusuran (Replacement Theory). Teori yang disebut pertama beranggapan homo sapiens muncul di berbagai tempat di dunia dari hasil evolusi homo erectus di kawasan masing-masing, sedangkan teori yang kedua meyakini homo sapiens muncul hanya di Afrika dan kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia untuk menggusur homo erectus yang kemudian punah (Gamble, 1993).
Oleh karena itu, dicarilah bentuk kegiatan lain yang bisa mengingatkan warga Solo akan peranan Bengawan Solo sebagai induk peradaban. Upaya ini bukan sekadar menghadirkan romantisme. Lebih jauh lagi, upaya itu adalah perjuangan untuk menyadarkan masyarakat modern agar menghargai sungai, menghargai induk peradaban besar ras mereka.
Sejarah geologi wilayah Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr. Tony Djubiantono, terbentuk pada kala Miosen atau Pleistosen Tengah (jutaan tahun yll), dimana saat itu terjadi perubahan yang spektakuler ketika dasar laut di daerah tsb terangkat ke atas. Pada proses terangkatnya dasar laut yang semula berupa teluk besar, berlangsung pembentukan koloni berupa bukit-bukit yang kemudian menjadi bagian dari Pegunungan Seribu. Bukit-bukit di daerah tsb hingga saat ini secara jelas memperlihatkan format batuan koral serupa dengan batuan di dasar lautan. Bahkan di sejumlah tempat dengan mudah ditemukan fosil-fosil binatang laut (yang menunjukkan bahwa daerah tsb dahulunya merupakan dasar lautan).  Konon Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa. Panjangnya mencapai sekitar 600 km.
Ratusan tahun silam di Tanah Jawa, tepatnya di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo, sebuah sejarah besar tentang manusia purba terkuak.
Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda ditemukan beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia purba dan binatang.
Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera.
Berdasar teori Human Origin, Dubois meninggalkan negeri kincir angin menuju Indonesia pada tahun 1887. Selain itu ada dua alasan yang dijadikan acuannya kali ini. Pertama, berdasarkan buku The Descent of Man, menceritakan bahwa nenek moyang manusia seharusnya hidup di daerah tropis. Karena manusia purba sudah kehilangan bulu selama perkembangannya.
Alasan kedua, di Hindia-Belanda (Indonesia) banyak gua-gua, jadi tak mustahil akan ditemui fosil-fosil atau bekas kehidupan manusia purba.
Beberapa teori dan alasan itulah Eugene Dubois, bertekad untuk membuktikan penelitiannya dengan menggali di beberapa daerah. Khususnya yang ada di Pulau Jawa di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo. Namun, sebelumnya Dubois meneliti di Payah Kumbuh, Sumatera, tahun 1887.
Pada tahun 1891 Eugène Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus serta fosil hewan dan tumbuhan purba lain.
Menurut penjelasan Indro Waluyo, Ketua penanggung jawab Museum Trinil, Ngawi, penggalian Dubois saat itu di sepanjang muara sungai, tepatnya di Desa Kawu, Desa Ngancar, dan Desa Gemarang. “Tiga tempat itulah yang menjadi penggalian manusia purba,” kata pria berusia 52 tahun ini.
Di samping itu, papar Indro lagi, keberadaan ketiga desa itu yang berada di pinggiran aliran sungai. Sehingga disebut dengan istilah Trinil. Yang konon, artinya tiga desa di muara Sungai Bengawan Solo.

Situs Purbakala Trinil
Untuk mempelajari fosil-fosil manusia purba, dari semua penelitian dan penggalian yang dilakukan Dubois. Maka, dibuatlah replika fosil manusia purba yang kini disimpan di dalam sebuah museum. Sedangkan fosil yang asli dibawa dan disimpan di Belanda.
Indro Waluyo menjelaskan kembali, jika semua fosil yang ada di dalam museum adalah replika belaka. Yang mana terbuat dari bahan fiberglass (atom) dengan patokan ukuran dan bentuknya menyerupai asli.
Hingga kini museum itu dikenal dengan Museum Trinil, berlokasi di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur. Atau kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi.
Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum.
Museum yang berdiri di atas lahan seluas 3 hektar itu, diresmikan Gubernur Jatim Soelarso, pada 20 Nopember 1991. Kini di bawah kelolah Balai Pelestarian Purbakala (BP-3) Trowulan, Mojokerto. Dan situs ini dibangun atas prakarsa dari Teuku Jacob, seorang ahli antropologi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang lebih 1 juta tahun yang lalu. Situs ini sangat penting sebab di sini selain ditemukan data manusia purba, juga tersimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya.
Masuk ke dalam museum terdapat ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Antara lain fosil tengkorak manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium, Karang Tengah Ngawi), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak Australopithecus Afrinacus, Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium.
Selain fosil-fosil tengkorak yang telah disebutkan, hal menarik lainnya adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan yang ada di sana.
Di tugu putih yang ada di pojok museum itu bertuliskan P.E. 175M.ONO 1891/93. Tulisan itu menjelaskan titik pengamatan dari arah penggalian Pithecantropus Erectus di Sungai Bengawan Solo, dengan jarak 175 meter arah timur laut pada tahun 1891/93.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari beberapa materi diatas dapat disimpulkan bahwan keberadaan manusia purba di indonesia memang ada itu terbukti dari adanya situs purbakala di beberapa daerah di indonesia salah satunya adalah situs Purbakala trinil. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa situs purbakala semacam ini menyimpan koleksi tentang fosil - fosil dimana ini bisa menjadi acuan para peneliti untuk mempelajari struktur tubuh manusia purba dan sebagai sarana pengamatan tentang teori evolusi.

SARAN
Dalam kesempatan ini, kami sangat mengharapkan saran kritik atas kekurangan maupun kesalahan baik dari segi bahasa maupun bahasanya maupun pembahasanya. Maka dari itu penulis mengrapkan sekali kritik dan saran dari teman-teman, para pembaca maupun Bapak/Ibu guru dalam penulisan makalah ini, agar kami dapat membuat makalah yang lebi baik lagi.
            Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman, Bapak/ Ibu guru dan semua sumber yang telah memberi informasi untuk membatu pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar